Posted by Unknown on 15.58 in Educational Administration | No comments
Joyful-learning
merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang berusaha menciptakan suasana
belajar-mengajar
yang menyenangkan anak didik sehingga anak dapat mengembangkan segala
potensinya dengan usaha yang normal untuk mencapai hasil belajar yang maksimal.
Pendekatan pembelajaran semacam ini hanya dapat dilaksanakan jika paradigma
pembelajaran berubah. Selama ini pendekatan behavioristik dalam pembelajaran
sangat kental mewarnai dunia pendidikan kita. Sementara itu pendekatan
humanistik dan konstruktivis kurang mendapat penekanan. Suasana batin anak
didik yang digambarkan tersub diatas (selama menempuh pendidikan dalam suasana
tertekan jiwanya) lebih diwarnai oleh aliran behavioristik dalam pembelajaran.
Hal ini terkait dengan pengajaran target materi pengetahuan yang harus dikuasai
oleh siswa dalam kurun waktu tertentu. Oleh sebab itu perlu adanya keberanian
mulai dari pihak pembuat aturan pendidikan sampai pelaksana di lapangan untuk
menetapkan kebijakan dengan belajar yang lebih menyenangkan siswa.
Kunci
utama pembahagiaan anak didik dalam konteks pembelajaran adalah pemberian hak
dan kewajiban yang seimbang pada mereka untuk merealisasikan dirinya secara
maksimal dalam belajar dan pembelajaran berbasis lingkungan. Peran guru dan
pengelola sekolah sangat menentukan dalam penciptaan kondisi dan situasi
belajar mengajar yang terjadi di sekolah.
Perbandingan pandangan itu memberikan
pemahaman kepada kita bahwa tampaknya pandangan kontruktivistik lebih
memberikan peluang topangan joyful-learning
daripada pandangan behavioristik dalam pembelajaran. Oleh sebab itu
pembelajaran lingkungan hidup akan lebih hidup jika ditopang oleh pendekatan
yang lebih dapat memberikan kemungkinan anak didik mencapai kepuasan dengan
penuh kebebasan dalam menempuh pendidikan, sehingga muncul pribadi-pribadi
yang tangguh mandiri dan bertanggungjawab.
B.
LINGKUNGAN
SEBAGAI SUMBER BELAJAR
Dilihat dari segi sekolah sebagai
lembaga pembelajaran, ligkungan dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
1. lingkungan
internal sekolah yang terdiri atas: a) lingkungan fisik mulai dari fasilitas
belajar, bangunan, sampai dengan tanah pekarangan sekolah, b) lingkungan
sekolah yang terdiri atas antara personel hubungan guru-guru,
siswa-guru,
siswa-siswa,
siswa-pegawai,
siswa-pimpinan
dan seterusnya, c) lingkungan hidup baik berupa binatang maupun tumbuhan yang
ada di lingkungan sekolah.
2. lingkungan
eksternal sekolah yang berupa: a) orang sebagai sumber belajar, misalnya tokoh
masyarakat, tokoh agama, para pejabat, dokter, ahli hukum, militer dan polisi,
dan profesi lain yang relevan; b) benda sebagai sumber belajar, misalnya benda
purbakala, bangunan, sungai benda kerajinan dan produk lainnya; c) organisasi
sebagai sumber belanja, misalnya organisasi profesi, organisasi kepemudaan,
LSM, dan organisasi sosial kemasyarakatan; d) binatang dan tumbuhan sebagai
sumber belajar, termasuk kebun binatang, kebun raya, hutan, kolam ikan ,sawah,
dsb,; e) instansi/lembaga sebagai sumber belajar, misalnya pabrik, perusahaan,
bank, rumah sakit, kantor pemerintah mulai kementrian, gubernuran, peda, sampai
RT dan RW; dan f) lingkungan pergaulan anak di masyarakat.
Lingkungan
dapat pula dibagi menjadi lingkungan fisis, lingkungan sosial, dan lingkungan
psikologis. Lingkungan fisis berkait dengan semua benda fisis baik benda hidup
maupun benda mati, lingkungan sosial berkait dengan hubungan antara manusia
baik secara informal maupun formal, da lingkungan psikologis merupakan suasana
kejiwaan setiap individu dan orang lain dalam konteks pergaulan hidupnya dan
dalam pergaulan pendidikan.
Berbagai lingkungan internal dan
eksternal sekolah tersebut dapat didayagunakan untuk peningkatan kemauan hidup
anak didik. Setiap materi yang dipelajari hendaknya langsung diaplikasikan
dalam kehidupan dengan mendayagunakan lingkungan yang ada disekitarnya. Metode
belajar dan pembelajaran dilaksanakan variatif dengan menekankan layanan kepada
anak didik sesuai dengan gaya belajarnya. DePorter dan Hernacki (2001) membagi
gaya belajar siswa menjadi tiga, yaitu: visual (lebih pada lihat), auditorial (lebih
kuat pada dengar), dan kinestetik (lebih kuat pada melakukan). Pembelajaran
yang menggembirakan adalah yang dapat melayani gaya belajar anak masing-masing.
C.
JOYFUL-LEARNING DENGAN PENATAAN LINGKUNGAN BELAJAR
Lingkungan
belajar anak di sekolah perlu ditata sedemikian rupa sehingga anak didik dapat
belajar yang nyaman, cerah dan menyenangkan baik lingkungan fisik maupun
mental. Penataan lingkungan belajar bagai menata panggung pentas belajar yang
menopang kegairahan belajar. Oleh sebab itu lingkungan belajar harus ditata
dengan:
1. menciptakan
suasana nyaman dan santai,
2. menggunakan
musik yang terjaga agar siswa siap berkonsentrasi,
3. menciptakan
suasana hati anak didik dengan pelbagai jenis musik
4. menggunakan
pengingat-pengingat visual untuk mempertahankan
sikap positif, dan
5. interaksi
dengan lingkungan secara nyata (DePorter dan Hernacki, 2001)
Untuk menciptakan lingkungan yang
optimal, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, antara lain ;
1. Perabotan
yang menyangkut jenis dan cara penataan
Jenis perabotan yang ditata di ruang belajar di
rumah dan di ruang belajar di sekolah disesuaikan dengan gaya belajar anak.
Penataan perabotan di ruang belajar dan di kelasyang nyaman memungkinkan anak
merasakan suasana batin yang bahagia dan tenteram untuk dapat memulai dan
melaksanakan aktivitas belajar secara optimal.
2. Pencahayaan
Cahaya yang digunakan dalam belajar harus memadai
agar tidak melelahkan mata. Pengaturan sumber cahaya harus tidak menimbulkan
bayangan yang mengganggu sasaran yang dibaca atau dikerjakan.
3. Musik
Dari hasil penelitian Dr. Georgi Lazanov ditemukan
bahwa relaksasi yang diiringi Musik membuat pikiran selalu siap dan mampu
berkonsentrasi. Hal ini berkaitan dengan detak jantung anak dalam belajar.
Ketika mengerjakan pekerjaan mental yang berat, tekanan darah dan denyut
jantung meningkat, gelombang otak meningkat, dan otot-otot
menjadi tegang. Pengenduran dan relaksasi terjadi melalui suara musik yang mengalun
dengan merdu.
4. Lingkungan
Visual
Lingkungan visual ditempat belajar dapat menjadi
pemacu semangat dan memelihara jiwa seseorang intuk merasa istimewa. Pemampangan
poster, gambar, slogan, kata-kata
mutiara, piala, plakat penghargaan, sertifikat, ucapan terima kasih, foto
keberhasilan yang diyakini membawa dampak positif sangat membantu belajar anak.
5. Lingkungan
dunia yang lebih luas
Lingkungan belajar anak diperluas dengan
berinteraksi dengan alam dan situasi sekelilingnya. Apa yang dipelajari dapat
langsung diuji-cobakan di lingkungan sekitarnya.
Ambilah contoh kecil ada lahan tanah sempit di halaman atau di kebun, atau pot.
Setelah memperoleh pelajaran IPA, anak dapat mengolah lahan itu sesuai dengan
pengetahuannya. Dengan begini anak merasa memiliki prestasi dan memupuk
kebanggaan diri untuk melanjutkan pada tahap berikutnya.
6. Temperatur
Temperatur dimana kita belajar dan bekerja hendaknya
diatur sesuai dengan kebutuhan. Hal ini dapat dilakukan dengan perpindahan
tempat belajar yang sudah membawa suasana kejenuhan, karena di sekolah-sekolah
kita masih miskin sehingga belum mampu memasang air conditioner.
7. Tanaman
dan binatang kesayangan
Lingkungan yang nyaman terdapat tanaman baik di
kelas maupun di luar kelas dan binatang kesayangan yang di samping menciptakan
suasana lingkungan yang kondusif sekaligus sebagai medan belajar bagi anak
didik.
8. Kenyamanan
dan suasana hati
Kenyamanan belajar dapat tecipta jika belajar sesuai
dengan waktu yang dibutuhkan dan kemampuan fisik dan mental yang dialami. Jika
seorang siswa mengacungkan tangan untuk minta istirahat, di situlah waktunya ia
minta jeda. Dalam belajar, yang paling diingat anak adalah informasi yang
diperoleh pada awal dan akhir dari apa yang dipelajari. Makin banyak masa
istirahat, makin banyak informasi yang diingat. Kedua ketika menjadi letih,
perubahan keadaan mental dengan istirahat akan menyegarkan kembali sel-sel
otak untuk siap melangkah selanjutnya. Strategi penciptaan suasana belajar
semacam ini akan membawa dampak lebih berhasilnya anak menguasai pengalaman
belajarnya.
D.
JOYFUL-LEARNING DENGAN PENATAAN LINGKUNGAN
PEMBELAJARAN
Pembelajaran dengan pendekatan joyful-learning
berusaha memberikan kebebasan dan kebahagiaan kepada anak didik agar mereka
mencapai keberhasilan, kesempurnaan, kepercayaan diri dan motivasi untuk
melaksanakan pekerjaan berikutnya. Pembelajaran yang menyenangkan untuk
pembelajaran lingkungan hidup harus ditata sedemikian rapi dan hidup dengan
prinsip “segalanya berbicar”. Anak didik adalah tamu-tamu
agung (sesuai dengan kedudukan mereka sebagai subyek didik) yang harus diundang
ke sekolah untuk acara penting, yaitu BELAJAR. Lingkungan yang ada di sekolah
menjadi pembentuk pribadi anak didik yang dapat diterapkan dilingkungan rumah,
masyarakat, dan kehidupannya.
Penggunaan
warna yang cerah baik untuk dinding kelas maupun perlengkapan belajar yang di
sediakan sekolah membawa suasana batin anak gembira. Alat bantu mengajar dan
belajar akan sangat membantu untuk berinteraksi dengan lingkunganya sehingga
tidak saja menopang persepsi verbal tetapi juga persepsi konkret anak. Alat bantu
ini dapat berupa benda sesungguhnya, bisa bentuk tiruan tiga dimensi, dapat
pula bentuk foto atau gambar.
Membawa anak keluar kelas dan ke
luar sekolah akan sangat membantu interaksi anak dengan lingkungan. Pergi ke
sawah, ke gunung, taman, makam, candi, pasar, dsb. Akan membawa suasana batin
anak relaksasi sambil belajar.
Pengaturan meja-kursi
di kelas akan membawa suasana segar dalam belajar. Sekali waktu meja dirapatkan
ke dinding ketika memberikan tugas perorangan, sementara di tengah dapat digunakan
untuk bimbingan kelompok kecil, dapat juga bentuk tapal kuda, atau lingkaran
atau kursi di putar menjadi kelompok-kelompok
kecil. Anak di kelas dapat belajar di lantai atau di pojok-pojok
kelas tanpa harus menggunakan bangku.
Tumbuhan, aroma, hewan kesayangan,
penerangan, ventilasi, dan musik menjadi paduan okestratik dalam penciptaan
iklim belajar yang bernuansa lingkungan untuk mendukung belajar anak. Dengan
penciptaan lingkungan belajar semacam ini anak akan merasa “Home” sehingga anak
akan tidak tertekan secara psikologis tetapi justru dibuat “kangen” untuk
datang ke sekolah.
0 komentar:
Posting Komentar